Kamis, 20 Juni 2013
Rabu, 19 Juni 2013
Nikmatnya Membalas Budi
08.52
No comments
Hai teman-teman, jumpa lagi dengan saya Citra. Wah setelah sekian lama mengundurkan diri dari tulis menulis cerita dewasa, saya terhenyak ketika mendapati cerita dewasa Indonesia ternyata telah berkembang sedemikian pesat. Setelah situs kesayangan kita 17tahun.com wafat, ternyata banyak penulis-penulis kreatif yang bermunculan seperti contohnya ya situs Kisabb nya Bang Shusaku ini, yang katanya terinspirasi dari cerita-cerita saya, duh malunya, masa sih saya sampe segitunya. Makasih ya Bang, makasih juga atas dukungan para penggemar cerita saya yang masih mengalir sampe sekarang, terbukti dari email-email yang masih sering masuk padahal cerita saya sudah lama terkubur. Melihat perkembangan cerita dewasa Indonesia yang sangat pesat saya jadi tergoda untuk turut menyumbang tulisan lagi nih, maka di tengah-tengah kesibukan kerja saya sengaja menyempatkan diri untuk menulis lagi memenuhi permintaan teman-teman sekaligus meramaikan blog Mr. Shusaku ini. Makasih banget ya Bang karena telah berhasil ‘memaksa’ saya turun gunung menulis pengalaman saya lagi. Baiklah supaya tidak buang waktu lagi perkenankan saya memulai saja cerita saya kali ini, moga-moga berkenan di hati teman-teman.
Namaku Andani Citra, kini aku telah berusia 26 tahun dan telah bekerja di sebuah perusahan multinasional. Kehidupan seksku masih beraliran bebas (atau mungkin lebih tepatnya liar) walau setelah lulus kuliah dan memasuki dunia kerja aku harus menguranginya seiring dengan kesibukanku di perusahaan dan tentunya harus lebih mampu membawa diri dong, jangan gara-gara nafsu sesaat berpengaruh buruk bagi karirku di perusahaan. Cerita ini terjadi tahun 2009 yang lalu ketika aku di Bandung, saat itu aku menghadiri sebuah resepsi pernikahan salah seorang anggota keluarga dari pihak mamaku. Karena kedua orang tuaku berhalangan hadir aku lah yang menghadiri undangan tersebut bersama Tante Linda, adik dari mamaku yang paling kecil atau bungsu dari 7 bersaudara keluarga mamaku. Beliau berumur 35 tahun dan telah menjanda sekitar lima tahun yang lalu dengan seorang anak perempuan yang telah berusia 8 tahun. Meskipun usianya telah kepala tiga dan pernah melahirkan, Tante Linda masih terlihat segar dan menggairahkan, terlebih dandanannya yang modis dan natural membuatnya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya. Hubungannya denganku terbilang cukup akrab, obrolan kami saling nyambung satu dengan lainnya, mungkin karena usianya relatif masih muda sehingga masih bisa mengikuti gaya satu generasi di bawahnya seperti aku ini. Di Bandung kami menginap di salah satu hotel bintang tiga di jalan Pasirkaliki. Hari Sabtu malam kami berdua menghadiri undangan tersebut yang diselenggarakan di sebuah gedung serbaguna yang tidak terlalu jauh dari hotel tempat kami menginap. Dapat dibilang hari itu sangat melelahkan, bagaimana tidak begitu sampai di Bandung siangnya kami sudah dijamu oleh keluarga yang punya pesta (kami tidak sempat menghadiri pemberkatan nikah karena terlambat) lalu disusul harus ke salon untuk menata rambut dan make up kami, kemudian kembali ke hotel untuk bersiap-siap. Pesta pernikahan yang termasuk mewah itu berjalan lancar, kami pulang kembali ke hotel jam sembilan lebih. Setelah sikat gigi dan membersihkan make up aku langsung menjatuhkan diri ke ranjang, rasanya seperti surga saja setelah hari yang demikian padat. Aku sempat ngobrol-ngobrol sebentar dengan Tante Linda sebelum akhirnya terlelap di ranjang hotel yang empuk.
Keesokan harinya setelah sarapan di hotel, itulah saat yang kutunggu-tunggu, apa lagi kalau bukan belanja. Andre salah satu sepupuku mengantar kami berkeliliing kota Bandung yang terkenal sebagai sorganya belanja dan kuliner. Tujuan pertama kami adalah factory-factory outlet di sepanjang jalan Dago. Yang namanya berbelanja memang sering membuat orang lupa waktu, tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul dua siang, sudah lebih dari jam makan siang. Kami menenteng belanjaan kami memasuki sebuah kafe di sana dan makan dengan lahap. Kulihat belanjaan Tante Linda, wow ternyata tanteku yang satu ini gila belanja juga, beliau juga tidak segan-segan mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk pakaian atau aksesoris yang disukainya. Setelah Dago kami meneruskan perjalanan ke Rumah Mode di kawasan Setiabudi, kami tidak terlalu lama di sana sebelum akhirnya kembali ke hotel jam setengah enam sore. Acara selanjutnya adalah kumpul-kumpul bersama famili lagi. Aku cukup menikmati acara itu karena dapat bertemu lagi dengan saudara-saudara dan ngobrol-ngobrol sampai lupa waktu. Sepulangnya ke hotel jam 9 malam, aku baru sadar ternyata blackberry ku tidak ada di tasku. Alat komunikasi itu biasanya kutaruh di sebuah pouch berwarna merah muda, di dalamnya juga ada sedikit uang, beberapa kartu nama, serta beberapa benda kecil lainnya. Tentu saja aku panik setelah menyadari blackberry ku hilang karena di dalamnya ada nomor dan data-data penting. Aku mulai mengingat-ngingat di mana aku meletakkan benda itu sebelumnya. Apakah di restoran tempat acara keluarga tadi? Atau di tempat berbelanja atau tempat makan tadi siang?
“Kenapa ga hubungin langsung aja ke nomornya Ci?” usul Tante Linda melihatku yang mulai panik.
Benar juga pikirku, kenapa tidak kuhubungi saja, siapa tahu diterima oleh orang yang memungutnya yang kuharap orang jujur dan bersedia mengembalikannya. Tante Linda mengulurkan ponselnya padaku membiarkanku untuk memakainya menghubungi nomorku sendiri. Dengan harap-harap cemas aku menanti seseorang menerima panggilanku.
“Ya…hallo!” terdengar suara pria di seberang sana menerima teleponku.
“Hallo, ini siapa ya?” tanyaku
“Ai neng siapa ya?” tanyanya lagi dalam logat Sunda.
“Saya…saya yang punya blackberry Pak, eemm…maaf Pak blackberry yang Bapak pegang sekarang itu punya saya”
“Oooh…jadi Neng yang punya hape ini teh?“
“Iya Pak, Bapak dapet barang itu darimana? Tolong Pak itu barang penting”
“ Bapak mah nemu hapenya di bangku depan Rumah Mode neng, kayanya si neng lupa bawa nya??? tanya pria itu
Rumah Mode…ya ampun aku baru ingat, setelah selesai berbelanja di sana, kami duduk-duduk dulu di bangku batu di depan FO itu sambil beristirahat dan menikmati snack. Ternyata di sana lah pouch berisi blackberryku tertinggal.
“Eeennggg…Pak apa kita bisa ketemu saya buat ngembaliin barang itu, itu penting Pak, saya bersedia ngasih imbalan kalau Bapak mau ngembaliin” ucapku penuh harap
“Bisa Neng…bisa…Bapak juga lagi nunggu yang punya nelepon ke sini, da dosa atuh nyimpen barang yang bukan punya Bapak mah!” jawab suara di sana, “Neng di mana? Biar nanti Bapak anterin hapenya besok?”
“Saya di Hotel D’batoe di Pasirkaliki Pak, Bapak tau ga? Bapak besok siang bisa anterin? Soalnya saya sorenya udah harus pulang ke Jakarta”
“Ooh…boleh Neng, jadi besok Bapak anter ke sana aja yah, jam 1an abis makan siang bisa Neng?”
“Bisa Pak, saya tunggu ya, nanti kalau udah dateng bilang aja ke resepsionis biar nanti dia panggil saya di kamar, bilang mau ketemu Citra dari kamar 2011”
“Iya Neng siap, Bapak pasti dateng besok!”
“Makasih ya Pak, saya tunggu besok, maaf ini dengan Bapak siapa ya?”
“Agus Neng”
“Ooh…ok deh Pak Agus, sampai besok ya”
Setelah selesai menelepon, hatiku sedikit lega dan mengembalikan ponsel itu pada Tante Linda. Semoga saja bapak itu menepati janjinya besok akan datang untuk mengembalikan blackberryku.
*********************
Keesokan harinya
Pagi setelah sarapan kami mulai membereskan barang-barang kami karena akan pulang sore hari jam 6.45. Aku bersama Tante Linda menyempatkan diri berjalan-jalan di Mall Istana Plaza dekat tempat kami menginap. Dasar wanita, dari yang tadinya cuma mau jalan-jalan menghabiskan waktu menunggu kereta berangkat malah akhirnya berbelanja juga, ga tahan deh lihat barang bagus hehehe...Jam 11an ketika masih di mall, saudaraku menelepon Tante Linda katanya akan menjemput kami untuk makan siang bersama. Mereka datang sekitar setengah jam setelahnya. Mereka menjamu kami makan siang di sebuah restoran Thai di mall itu. Di tengah makan dan berbincang-bincang, tiba-tiba aku teringat akan bertemu dengan Pak Agus di hotel tempatku menginap untuk menerima blackberryku. Aku melihat jam sudah menunjukkan pukul satu kurang sepuluh menit, astaga…bagaimana kalau dia sudah datang dan menungguku? Aku pun terpaksa harus mohon diri pada saudara-saudaraku untuk kembali ke hotel dan akan segera kembali kalau sudah selesai urusannya. Mereka pun nampaknya mengerti alasanku.
“Lain kali taro barang hati-hati Ci, untung ada orang yang baik mau ngembaliin” nasehat salah seorang tanteku yang sudah berumur di atas setengah abad.
Aku hanya tersenyum kecil menanggapinya sebelum meninggalkan mereka. Hanya dengan berjalan kaki lima menitan aku sudah tiba ke hotel dan langsung ke meja resepsionis menanyakan apakah tadi ada orang mencariku.
“Belum ya Mbak, dari tadi pagi saya disini tapi belum ada” jawab si mbak resepsionis.
“O, ya udah deh Mbak, saya tunggu aja di kamar, nanti kalau sudah datang telepon aja ya, janjinya sih deket-deket jam segini” pesanku
Setelahnya aku pun kembali ke kamar dan menyalakan TV untuk menunggu kedatangan Pak Agus. Waktu terus berjalan, sebentar lagi sudah mau setengah dua, tapi belum ada juga yang menelepon ke sini. Kegelisahan mulai kembali menyelubungiku, jangan-jangan si bapak berubah pikiran tidak mengembalikan blackberry itu dan menjualnya, pikiran-pikiran negatif lain mulai membayangi pikiranku. Aku menelepon Tante Linda menanyakannya apakah akan sudah mau pulang ke hotel atau masih akan kemana lagi?
Tante Linda berkata bahwa selanjutnya mereka akan ke Kota Baru Parahyangan dan menyuruhku segera kembali ke Istana Plaza. Aku sempat agak bingung memilih apakah harus tetap menunggu atau pergi saja karena Pak Agus tidak akan datang mengembalikan blackberry itu. Tapi feelingku mengatakan aku harus menunggu sehingga kujawab sebaiknya mereka pergi saja tanpa aku karena masih belum datang, tidak enak pada yang lain, aku juga beralasan agak tidak enak badan, takutnya tambah parah.
“Ya ok deh Ci, kalau gitu kamu istirahat aja, Tante ga lama kok jam tiga udah balik katanya” jawab Tante Linda.
“Ok deh tante, sori nih jadi pada nunggu, sampe nanti ya!” kataku menutup pembicaraan.
Kini aku hanya berharap supaya tidak menyesal memutuskan demikian, kuharap Pak Agus akan datang sesuai janjinya kemarin. Omong-omong kalau dia benar datang akan kuberi apa sebagai imbalannya ya? Hhhmmm…tiba-tiba aku mulai mupeng nih, aku berpikir bagaimana kalau mengajaknya ML saja, kan mumpung cuma aku sendirian di kamar ini. Aku mulai terangsang membayangkan yang tidak-tidak, tanganku mulai meraba bagian selangkanganku dan membayangkan seperti apa Pak Agus orangnya, kalau dari suaranya sih sudah setengah baya, tapi itu tidak masalah, aku toh sudah mencoba berbagai jenis pria sebagai partner seksku. Baru saja tanganku hendak membuka resleting hotpants yang kupakai telepon di sebelah ranjangku berbunyi. Aku segera mengangkatnya, telepon itu dari resepsionis yang memberitahukan bahwa ada seorang pria mencariku dan kini sedang menunggu di lobby hotel. Thanks God, betapa lega hatiku karena orang itu akhirnya menepati janjinya sehingga aku tidak perlu kehilangan data-data di blackberryku, di saat yang sama aku juga berdebar-debar kalau aku harus memberi hadiah ‘nakal’ pada Pak Agus itu. Aku segera keluar dari kamar setelah memastikan diriku sudah rapi di depan cermin besar di dekat pintu. Saat itu pakaian yang melekat di tubuhku adalah sebuah kaos lengan pendek berwarna pink dan sebuah hotpants biru tua yang memamerkan sepasang paha jenjangku. Sejak di mall tadi memang penampilanku telah mengundang decak kagum para pria, aku dapat merasakan mereka ngiler melihat bentuk tubuhku ini. Aku melangkahkan kakiku menuruni tangga, di ruang tunggu lobby aku melihat seorang bapak setengah baya kira-kira berusia 50 tahun ke atas, berambut cepak hampir botak, sedang duduk di sofa, kutebak itulah Pak Agus karena tidak ada tamu lain lagi.
Pak Agus
“Ehehe…Neng Citra yah?” pria itu berdiri dan memberi salam sambil tersenyum ramah.
“Iya bener…siang Pak Agus, makasih ya udah repot-repot nih!” aku mengulurkan tangan padanya untuk bersalaman
Aku dapat memperhatikan matanya mencuri-curi pandang tubuhku, terlebih ketika aku duduk dan menyilangkan kakiku, pasti dalam otaknya sudah mulai mupeng tuh hehehe…
“Maaf yah Neng bapak terlambat, tadi di jalan macet, tempat bapak kan lumayan jauh, ke sini juga pake angkot!” katanya
“Gak papa kok Pak, justru saya yang maaf udah bikin Bapak datang jauh-jauh ke sini buat anterin barang saya!” kataku sambil tersenyum manis
“Ini Neng barang punya Neng, coba diperiksa aja dulu!” katanya seraya mengeluarkan pouch blackberry ku dari balik jaket lusuhnya.
Aku senang sekali melihat benda itu kembali, setelah menerimanya aku segera memeriksa isinya, kartu-kartu nama masih lengkap bahkan sedikit uang yang kuselipkan di situ tidak kurang sedikitpun. Dalam hati aku sangat bersyukur masih ada orang jujur di dunia ini.
“Duh makasih banget yah Pak, ini penting semua loh…Bapak nemuin ini gimana??” tanyaku
“Ya itu Neng, ketinggalan di bangku, bapak kan tukang parkir di situ, jadi pas ngeliat, langsung diamanin sama bapak teh” ia menjelaskan sambil pandangannya terus saja menyapu tubuhku.
“Iya nih Pak keasyikan belanja sampe ceroboh, bener Pak saya berterima kasih sekali ke Bapak” aku berterima kasih lagi, “Emm…sebagai balasannya saya sudah mempersiapkan hadiah buat Bapak, apa Bapak mau ikut saya ke kamar soalnya masih saya simpan di sana?”
“Oh gak usah Neng ga usah, Bapak gak ngeharap hadiah kok, cuma nolongin orang aja!” tolaknya halus, “Bapak punten dulu yah!” ia berdiri hendak pergi
“Pak tolong diterima ya, ini sebagai rasa terima kasih saya pada Bapak!” aku berdiri dan menatapnya dengan penuh harap.
“Eeemmm...kalau Neng maksa, ya udah tapi jangan lama ya Neng kan ga enak” ia akhirnya mengiyakan juga
Akupun berjalan kembali ke kamarku di atas dengan diikuti olehnya. Aku dapat merasakan ia terus memperhatikan tubuhku terutama saat naik tangga.
“Hehehe...ga enak, ga enak apanya? Nanti juga keenakan lo!” tawaku dalam hati.
“Duduk dulu Pak, mau minum apa?” tanyaku setelah masuk ke kamar.
“Ehehe...apa aja deh Neng” jawabnya masih agak grogi.
Aku membuka kulkas dan mengeluarkan sebotol Pulpy Orange, kubuka tutupnya dan kutuangkan isinya ke dalam gelas.
“Diminum Pak!” kataku seraya menyodorkan gelas itu padanya.
Saat ia meneguk minumannya aku dengan gerakan menggoda membuka kaosku lalu hotpantsku. Pria itu hampir tersedak melihat pertunjukan erotisku tepat di hadapan matanya. Kini tinggal bra dan celana dalam ungu yang tertinggal di tubuhku. Matanya membelakak menyaksikan kemulusan tubuhku dengan mulut melongo.
“Eee...ehhh...apa nih Neng, kok kaya gini sih?” tanyanya tergagap-gagap.
Aku yakin perasaannya berkecamuk antara bingung dan tidak percaya, rasanya ia seperti sedang bermimpi, tidak menyangka hal ini akan terjadi. Aku mendekati dirinya yang sedang terpana, kuambil gelas yang isinya tinggal seperempatnya itu dan kuletakkan di meja di sebelahnya, lalu aku naik ke pangkuannya. Kuraih tangan kanannya dan kuletakkan di dadaku dan tanpa banyak bicara lagi, wajahku mendekati wajahnya hendak menciumnya. Tapi tanpa kuduga, ia menurunkanku dari pangkuannya dan buru-buru berdiri.
“Neng apa-apaan nih? Jangan gini ah, ga baik Neng, dosa...ga pantes Neng!” katanya gugup.
“Nggak Pak...nggak apa-apa, saya cuma ingin berterima kasih ke Bapak karena sudah membantu saya, Bapak boleh nikmati saya sepuasnya” kataku sambil merangkul lengannya, tapi ia segera menepiskannya
“Iyah tapi jangan gini Neng, Bapak udah punya istri sama anak, dosa atuh kalau selingkuh mah Neng!” katanya dengan logat Sunda yang kental.
Kulihat wajahnya serius dan nampaknya tidak ingin berbuat selingkuh, aku pun sempat kagum dibuatnya, baru kali ini ada yang menolak kenikmatan yang kutawarkan.
“Ya udah deh Pak, maaf ya kalau saya keterlaluan, kita anggap aja kejadian barusan itu nggak ada” kami sempat saling terdiam beberapa saat lalu aku melanjutkan, “kalau sudah tidak ada apa-apa Bapak boleh pergi, sekali lagi terima kasih dan maaf ya Pak”
Ia mengangguk, tapi matanya tidak lepas memandangi tubuhku yang tinggal memakai pakaian dalam.
“Bapak permisi ya Neng!” katanya seraya mengambil kembali topi petnya di atas meja lalu berdiri.
Aku berjalan dulu di depan untuk membukakan pintu baginya. Tapi tanpa kuduga-duga, bar u saja hendak membuka kunci, tiba-tiba tubuhku didekap dari belakang. Aku pun secara refleks meronta panik.
“Eeehhh...Pak, ngapain nih!” kataku sambil berusaha melepaskan diri.
Ia menghimpitku ke sudut ruangan sebelah pintu dan tangannya mulai menggerayangi tubuhku. Memang inilah yang sejak tadi kuharapkan, tapi aku sengaja bersikap seolah-olah menolak untuk menaikkan nafsunya dan juga menaikkan gengsiku akibat penolakkannya barusan.
“Jangan Pak...apa-apaan sih!” aku setengah berteriak dan menepiskan tangannya yang meremas payudaraku yang masih tertutup bra.
“Maaf Neng, kan Neng yang tadi ngajak duluan, Bapak jadi gak tahan nih ngeliat bodi Neng bahenol gini...masih boleh kan? Hehehe” tangannya kembali mencaplok payudaraku sementara tangan satunya mengelusi pahaku hingga ke pantat.
“Uuuh...jangan gitu Pak, ssshhh!!” desahku saat tangannya yang kasar dan sudah berkeriput menyusup ke balik cup bra ku dan bersentuhan langsung dengan payudaraku.
“Kok jangan Neng? Kan tadi Neng yang godain Bapak huehehehe...” sahutnya sambil memencet putingku sehingga aku seperti merasakan gelombang kenikmatan mengaliri tubuhku.
Perlakuannya membuatku langsung lemas terbuai kenikmatan sehingga rontaanku pun semakin lemah. Ia kini membalik tubuhku hingga saling berhadapan dengannya lalu bibirnya melumat bibirku dengan rakusnya.
“Eeemmm...mmmhh....ssllkk...ssssllrrp!” suara desahan tertahan terdengar dari mulutku saat berpagutan dengannya.
Selama beberapa menit lamanya kami bercumbu dengan penuh gairah, lidah kami saling belit dan saling jilat, air liur kami saling bertukar, aku juga dapat merasakan bau cengkeh pada mulutnya, agaknya ia lumayan perokok juga. Selama itu pula tangannya tidak pernah diam menjelajahi tubuhku, tangan satunya masuk ke celana dalamku bagian belakang dan meremasi bongkahan pantatku dengan gemasnya sementara tangan lainya memeloroti bra sebelah kiriku lalu mempermainkan payudaraku yang sudah terbuka.
Mulut Pak Agus kini turun ke bawah sambil mencium dan menjilati leherku terus menuju payudaraku. Lidahnya menjalar dan meliuk-liuk pada putingku yang makin mengeras, menghisap dan meremas-remas payudaraku. Sementara itu tangannya yang tadi meremasi pantatku kini mulai merayap ke depan menyentuh kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu lebat. Jari-jari nakal itu mengelus-elus bagian sensitifku dari balik celana dalam. berusaha membuka penutup terakhir itu, tapi aku sengaja pura-pura menolak agar ia semakin bernafsu padaku
"Udah ah Pak, jangan terusin!" tolakku dengan suara sedikit mendesah.
“Si neng ah, malu-malu mau gini malah bikin bapak tambah konak pengen ngentotin neng huehehehe...mmmm....slllrrpp!” katanya sambil terus mengenyot payudaraku
“Eenngghh!! Pak!” desahku dengan tubuh menggelinjang ketika dua jarinya membelah bibir vaginaku dan mulai mengorek-ngorek liang kenikmatanku.
Jari-jari itu bergerak liar dalam vaginaku seperti ular sehingga aku pun menggeliat dan mendesah merasakan kenikmatannya. Sebentar saja wilayah kewanitaanku sudah becek dengan lendir dibuatnya.
“Di ranjang aja Pak!” kataku sambil memegang pergelangan tangannya yang sedang mengaduk-aduk di balik celana dalamku dan kutarik ke arah ranjang.
Aku menghempaskan tubuhku ke ranjang sementara ia berlutut di lantai di tepi ranjang dan menarik lepas celana dalamku. Matanya seperti mau keluar menatapi vaginaku yang sudah terbuka, dengan ditumbuhi bulu-bulu hitam dan bagian tengahnya yang merah merekah mengundang gairah.
“Ooohh...Pak!!!” desahku sambil meremas rambutnya yang sudah beruban ketika kurasakan nafasnya menerpa vaginaku disusul sapuan lidahnya pada bibir vaginaku yang menyebabkan tubuhku menggelinjang nikmat.
Aku berbaring dengan tubuh setengah terangkat dengan bertumpu pada kedua siku tanganku sehingga aku dapat melihat wajahnya yang mupeng berat saat melumat vaginaku.
“Aaaahhh...teruss Pak, disitu enak...yahhh!!” erangku ketika pak Agus dengan nakal menyedot klitorisku dan menyeruput cairan cintaku yang memang rasanya sejak tadi terus mengalir.
Dan yang bisa kulakukan hanya merintih dan mengejang keenakan tanpa mampu menyembunyikan rasa nikmat yang mendera tubuhku ini. Lidah itu...lidahnya yang kasap itu terus menyapu-nyapu kewanitaanku dan kadang masuk ke dalam menimbulkan sensasi geli yang menggelitik nikmat. Ooh...rasanya cairan cintaku mau tumpah semua dibuatnya. Bukan hanya lidahnya, jarinya pun ikut keluar masuk liang vaginaku menambah kenikmatan sensual ini. Ada sekitar sepuluh menitan ia mengulum dan mencucuk-cucukkan jarinya ke vaginaku membuatku menggelinjang dan mendesah tak karuan.
Puas melumat vaginaku, ia naik ke ranjang menindih tubuhku, bibirnya langsung menyosor bibirku. Kami berciuman dengan penuh gairah, sambil beradu lidah tanganku dengan lincah mempreteli kancing kemejanya lalu membuka kemeja lusuh itu. Kami berguling ke samping tiga kali hingga aku kini balik menindihnya. Tanganku bergerak ke bawah membuka sabuknya, dilanjutkan dengan resleting celananya. Baru meraba dari luar saja aku sudah merasakan penisnya yang menegang. Dadaku bergesekan dengan dadanya yang kurus dan tulangnya tercetak pada kulit keriputnya itu. Walau agak kurus tubuhnya masih cukup kokoh, masih memperlihatkan keperkasaan masa mudanya dulu. Setelah pakaiannya terlepas semua, aku mulai membuka celana dalamnya. Dengan hati deg-degan kuturunkan pelan-pelan pakaian terakhir yang masih melekat di tubuhnya itu. Wow...penis yang telah ereksi itu mengacung tepat di depan wajahku, lumayan keras dan panjang. Kugenggam dan kukocok pelan benda itu.
“Kenapa neng? Bogoh sama kontol bapak? Hehehe!” godanya karena melihatku terbengong mengamati penisnya itu.
Kujawab dengan membuka mulutku dan menelan benda panjang itu, hap! Mulailah aku mempraktekkan teknik oralku padanya. Pertama-tama aku mulai dari kepala penisnya dulu, bagian itu kujilati dan kuemut-emut sambil tanganku mengocok pelan batangnya. Pria setengah baya itu langsung mendesah nikmat sambil meremas rambutku. Kepalaku mulai naik-turun mengemuti penisnya yang keras itu. Tak lama kemudian aku merubah posisi, aku memutar tubuh dan menaiki wajahnya hingga kini kami dalam posisi 69.
“Jilat Pak!” perintahku sambil menengok ke bawah belakang, “ahhh!” tanpa kuperintah kedua kalinya lidah dan jarinya sudah menyerang vaginaku.
Aku juga merundukkan tubuh dan kembali memasukkan penis dalam genggamanku ke mulut. Kami saling jilat dan emut alat kelamin masing-masing. Pak Agus sangat bernafsu, ia memasukkan jari jarinya ke dalam vaginaku dengan agak kasar. Liang kenikmatanku memang sudah basah, karena orgasme barusan.
"Wah basah betul nih Neng, asyik ya? Nyepongnya juga Neng jago amat yah?" kata Pak Agus mengomentari, "mm…wangi lagi memeknya” sahutnya lagi sambil mengenduskan hidungnya ke vaginaku.
Ia sekarang mempermainkan klitorisku, ia gosok gosokkan jari dan lidahnya pada daging kecil yang sensitif itu. Tubuhku sampai bergetar ketika merasakan sapuan lidahnya pada klitorisku. Pijatan lembut telunjuk dan ibu jarinya pada klitorisku membuat pinggulku meggeliat-geliat. Semakin tidak tahan, akupun mengisap penisnya kuat-kuat. Jilatan dan coblosan jemari Pak Agus membuat tubuhku semakin bergetar menuntut pemuasan.
“Pakk..ohh. .sekarang yaaa…ohhh gak tahan nih!” aku mendesah tak karuan
“Apa yang sekarang Neng?”' Pak Agus menahan senyum-senyum mupeng
“Ayo Pak...entotin saya, udah pengen nih!” ujarku tanpa malu-malu sambil menggeser tubuhku ke depan, pantatku kuangkat setinggi mungkin, kedua jariku menyibak bibir vaginaku seolah mempersilakannya menusuk lubang kenikmatanku
“Hehe...jadi Bapak ewe yang memeknya sekarang!” sahutnya sambil bangkit berlutut di belakangku.
Aku mengangguk dan nafasku makin terengah-engah menahan kobaran birahi, tidak sabar lagi aku menuggu vaginaku ditusuk oleh penisnya yang sudah keras itu
“Ooohh!!” aku mendesah merasakan kepala penisnya melesak masuk ke vaginaku.
Penis itu secara perlahan tapi pasti semakin memasuki kewanitaanku. Aku menggelinjang merasakan ganjalan di bibir vaginaku.
“Terus masukin Pak!” aku menarik nafas menahan ganjalan kejantanan Pak Agus yang terbilang keras itu.
Penis itu terasa sekali dalam vaginaku, begitu keras dan berdenyut-denyut. Tak lama kemudian penis itu pun mulai menyentak-nyentak, tangan kasar pria itu merayap ke arah payudaraku dan mulai meremas-remasnya. Aku pun mendesah-desah sambil meremasi kain sprei di bawahku. Pak Agus mengayuh dengan perlahan tapi kuat, sekitar dua detik selang tiap hujaman dan tarikan. Batang kemaluannya sengaja agak ditekan ke dinding kemaluanku.
“Ugghh...gitu Pak, tenagaan dikit...eemmhhh....eemmhh!” sahutku sambil turut menggoyang-goyangkan pinggul.
Sodokan-sodokan yang demikian kuat dan buas membuat gelombang orgasme kembali membumbung, dinding vaginaku kembali berdenyut, kombinasi gerakan ini dengan gerakan maju mundur membuat batang kemaluan pria itu seolah-olah diperas. Aku menengok ke belakang menyaksikan Pak Agus semakin tidak bisa menahan kenikmatan yang melandanya, gerakannya semakin liar, mukanya menegang, dan keringat meleleh dari dahinya. Melihat hal ini, timbul keinginanku untuk membuatnya mencapai puncak kenikmatan. Pinggulku kuangkat sedikit dan kemudian membuat gerakan memutar saat ia melakukan gerak menusuk. Pak Agus nampaknya mendapat sensasi luar biasa dari jurusku ini, mimik mukanya yang memangnya culun itu bertambah lucu ketika menahan nikmat, batang kemaluannya tambah berdenyut-denyut, ayunan pinggulnya bertambah cepat tetapi tetap lembut. Tidak sampai lima menit kemudian, pertahanannya pun bobol. Penisnya menghujam makin dalam ke vaginaku, lalu tubuhnya ambruk menindihku. Aku dapat merasakan tubuh kurus itu bergetar dan mengejang ketika spermanya keluar di dalam vaginaku berkali-kali. Semprotan-semprotan hangat itu mengisi liang kenimatanku hingga kurasakan penisnya makin menyusut di dalam sana, sungguh luar biasa rasanya.
Pak Agus mengeluarkan penisnya lalu rebah di sebelah kananku. Selama beberapa menit kami beristirahat memulihkan tenaga masing-masing. Kami ngobrol ringan sambil sesekali bercanda sambil istirahat, menurut pengakuannya baru kali ini dia berkesempatan ngeseks dengan wanita secantik diriku (bukan muji diri loh, ini kata beliau kok) dan dari kelas atas pula. Aku tersenyum mendengar pengakuannya.
“Bapak masih kuat? Saya belum puas nih soalnya” kataku dengan suara mendesah erotis sambil naik menindih tubuhnya.
“Weleh...weleh si Neng gede nafsu juga euy, masih Bapak masih bisa kok, tapi mainnya pelan-pelan aja Neng, Bapak kan udah tua hehehe” katanya.
Tanganku ke bawah meraih penisnya, benda itu sudah mulai bangkit lagi tapi belum sepenuhnya. Untuk membangkitkan kembali gairahnya aku menciumnya, tanganku yang satu membelai dadanya, kucubit dan kupilin putingnya yang berbulu. Ciumanku merambat turun ke lehernya, bahu hingga dadanya, aku dapat merasakan aroma keringatnya. Aku melakukan mandi kucing padanya hingga sampai di putingnya kujilati dan kuhisap. Penis dalam genggamanku pun terasa semakin mengeras. Aku memposisikan vaginaku di atas penis itu. Kemudian secara perlahan aku menekan batang kemaluannya yang sudah sangat keras ke bibir kemaluanku yang sudah sangat basah karena cairanku sendiri. Aku menahan napas saat benda itu menurunkan tubuhku hingga penisnya melesak masuk. Seinci demi seinci, batang kemaluan Pak Agus mulai terbenam ke dalam jepitan liang vaginaku. Ternyata si tukang parkir ini bukanlah orang yang hijau dalam hal seks, buktinya ia tidak terburu-buru melesakkan seluruh batang kemaluannya tapi dilakukannya secara bertahap dengan diselingi gesekan-gesekan kecil ditarik sedikit lalu didorong maju lagi hingga tanpa terasa seluruh batang kemaluannya sudah terbenam seluruhnya ke dalam liang kemaluanku. Kami terdiam beberapa saat untuk menikmati kebersamaan menyatunya tubuh kami. Bibir pria itu memagut bibirku dan akupun membalas tak kalah liarnya. Aku merasakan kedutan penis Pak Agus yang terjepit dalam
vaginaku.
“Aaakkhh!” erangku dengan tubuhku tersentak saat tiba-tiba Pak Agus menyentak pinggulnya ke atas.
"Asoy kan Neng?" katanya dekat telingaku
“Hihihi...nakal yahh...Ohh" belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, ia sudah menyentakkan lagi pinggulnya, kali ini lebih bertenaga hingga seolah-olah ujung kemaluannya menumbuk dinding rahimku di dalam sana.
Aku yang merasa tertantang mulai menggoyangkan pinggulku. Kulihat matanya membeliak-beliak ketika penisnya yang terjepit dalam liang kemaluanku kuputar dan kugoyang. Aku menegakkan tubuh sehingga semakin leluasa menaik-turunkan tubuhku agar penisnya terhujam lebih dalam ke vaginaku
"Shh.. Oughh.. Terushh.. Neng...enakkhh!" Pak Agus menceracau.
Tangannya yang kasar dan sudah keriput mencengkeram kedua payudaraku dan meremasinya. Napas kami pun semakin menderu-deru karena tubuh kami diterpa gelombang birahi yang dahsyat. Aku semakin tak dapat menahan diri lagi, tubuhku bergerak semakin liar dan kepalaku menggeleng-geleng. Dua puluh menit lamanya aku menaiki batang Pak Agus yang keras hingga benda itu merojok-rojok vaginaku hingga akhirnya keasyikan kami terganggu oleh suara pintu dibuka. Kontan aku pun menyambar guling untuk menutupi tubuh telanjangku, demikian juga Pak Agus, pria setengah baya itu nampak kalang kabut, ia meraih bantal di bawah kepalanya dan langsung menutupi selangkangannya.
“Citra...” ujar Tante Linda sambil melongo seolah tidak bisa meneruskan lagi kata-katanya, kami terdiam sesaat dan saling memandang.
“kamu...kamu apa-apaan ini? Siapa dia?” tanya Tante Linda dengan suara bergetar dan agak ditinggikan.
“Eeemmm...ini tante, Pak Agus, dia...dia yang nemuin BB Citra tante” jawabku masih agak tergugup.
“O gitu ya...ayo Ci kamu ikut tante sebentar!” kata Tante Linda seraya menarik lenganku sampai guling yang kupakai untuk menutupi tubuhku jatuh “Bapak tunggu disitu ya! Kita masih harus bicara!” hardiknya pada Pak Agus yang masih tertunduk sambil menyeretku.
Tante Linda menyuruhku masuk ke kamar mandi yang terletak di dekat pintu masuk sedangkan ia sendiri berdiri di ambang pintu sehingga bisa sambil mengawasi Pak Agus. Wah...habis deh pikirku, dia pasti bakal memarahiku dan nanti melaporkan ke orang tuaku.
“Ayo ceritakan ada apa ini sebenarnya, kamu benar-benar gila ya!” kata Tante Linda dengan melipat tangan.
Akupun akhirnya menceritakan dengan singkat kejadiannya.
“Tolong yah, Tante, jangan bilang-bilang ke mama papa, Citra cuma khilaf, ya namanya juga darah muda kan” aku memohon padanya setelah selesai menceritakan semuanya.
Tante Linda
“Nakal banget sih kamu Ci, tante pasti akan lapor semua ini...kalau kamu gak ngajak-ngajak Tante” kalimat terakhir ia ucapkan dengan suara berbisik.
Tentu saja aku terkejut mendengar kata-katanya.
“What? Maksud tante?” tanyaku meminta kejelasan, kulihat sebuah senyum mengembang di wajahnya
“Tante bilang ngajak Tante....boleh kan Tante ikutan enjoy?” jawabnya pelan agar suaranya tidak terdengar Pak Agus di luar sana, “gak dihitung selingkuh kan? Tante kan udah lama sendiri, sekali-sekali boleh dong” lanjutnya dengan senyum makin lebar.
“Eh...Tante...mau apain sih!?” aku memegang lengannya ketika ia hendak beranjak dari ambang pintu.
“Pssstt...kamu liat aja Ci!” ia melepas tanganku lalu berjalan ke arah Pak Agus yang mulai memunguti pakaiannya, saat itu ia sudah memakai celana dalamnya.
“Oke Pak, saya rasa kita harus bicara dulu!” sahut Tante Linda sambil mendekatinya dengan nada tegas.
“Eh...iya iya....Bu, duh Bapak menta maaf banget, Bapak khilaf Bu, lagian Neng Citra juga yang godain Bapak, jadi gini deh!” Pak Agus terbata-bata dan tidak berani menatap wajah Tante Linda yang sengaja dibuat judes.
“Bapak kira bisa pergi begitu saja setelah main gila sama keponakan saya?” tanya Tante Linda sinis.
“Aduh...kan Bapak udah minta maaf, jadi Ibu mau apa dong!” pria itu makin bingung seperti maling yang tertangkap basah.
Aku melihat itu semua dari pinggir pintu kamar mandi, aku tertawa melihat ekspresi culunnya itu, culun-culun tapi bisa gila juga kalau sudah dikasih ‘daging mentah’
“Tolong ke sini Pak!” perintah Tante Linda seraya menjatuhkan pantatnya ke tepi ranjang, “Sini! Berdiri di sini!” sahutnya lagi karena pria itu bengong.
Pak Agus kini berdiri di depan Tante Linda yang duduk di tepi ranjang hanya dengan bercelana kolor.
"Bu... mau ngapain? Eeehhh...jangan Bu" Pak Agus kaget ketika tangan Tante Linda menjamah batang kemaluannya yang masih tersembunyi di balik celana dalamnya, dielusnya selangkangan pria itu dengan lembut.
“Saya minta tanggung jawab Bapak, gara-gara Bapak saya kan jadi horny nih, jadi Bapak harus muasin saya!” kata Tante Linda seraya menurunkan celana dalam Pak Agus sehingga batang kemaluannya yang sudah mulai mengeras lagi terpampang jelas di depan wajah tanteku dan ia mulai menggenggamnya serta mengocoknya pelan.
Pak Agus tidak meneruskan kata-katanya lagi selain melongo lalu mendesah merasakan penisnya dikocok oleh Tante Linda. Tante Linda mulai memainkan lidahnya menjilati penis pria itu. Bukan hanya melakukan service lidah, Tanteku itu mulai memasukkan penis itu ke dalam mulutknya sehingga Pak Agus makin mengelinjang, matanya pun merem-melek dan tangannya mulai meremas rambut tanteku.
Adegan itu berlangsung kira-kira 10 menit dan selama itu aku menontonnya dengan melongokkan kepala dari pintu kamar mandi. Tak sadar, tanganku ke bawah menggosok vaginaku sendiri. Aku merasakan vaginaku sudah berlendir lagi dan mulai serasa berdenyut-denyut ingin ditusuk. Aku pun keluar dari kamar mandi dan menghampiri mereka di ranjang. Saat itu Tante Linda masih asyik memberi servis oral pada Pak Agus, kudekap tubuh pria itu dari belakang, kugesekkan buah dadaku di punggungnya dan paha kiriku yang mulus ke pahanya.
“Enak ya Pak, hihihi...!” kataku dengan suara mendesah di dekat telinganya
Mata Pak Agus seperti mau copot dan tidak berkedip ketika Tante Linda bangkit berdiri dan mulai melepaskan satu persatu kancing gaun terusannya dengan disertai senyuman menggoda. Tante Linda meloloskan pakaian itu hingga melorot jatuh ke lantai menyisakan bra dan celana dalam krem di baliknya yang membungkus tubuhnya yang masih langsing dan kencang. Karena tubuh kami menempel erat aku dapat merasakan detak jantung Pak Agus yang makin kencang saat Tante Linda membuka bra nya lalu melemparnya ke belakang. Payudaranya yang berputing coklat begitu bulat dan tegak menantang, padahal sudah punya anak dan pernah menyusui, aku jadi sirik dibuatnya apakah setelah punya anak nanti milikku masih sebagus punya tanteku ini. Tante Linda meraih tangan Pak Agus dan meletakkannya pada payudara kirinya.
“Ini yang harus Bapak pertanggungjawabkan, sekarang saya ingin Bapak selesaikan!” katanya
“Aaahhh!” erang Tante Linda begitu menyelesaikan kalimatnya, tanpa disuruh lagi tangan Pak Agus meremas kencang payudaranya dengan gemas.
Tangan pria itu yang satunya mendekap tubuh tanteku dan mendorongnya ke depan sehingga tubuh mereka pun terhempas ke ranjang. Sebentar saja Pak Agus sudah menjilati dan menggerayangi tubuh tante Linda. Slluurrp...ssllrrrppp...terdengar suara seruputan saat pria itu melumat payudara tanteku secara bergantian. Tangan kanan pria itu merayap turun ke bawah menyusup masuk ke balik celana dalam Tante Linda, tampak tangannya itu bergerak-gerak di balik celana dalam itu. Tak ayal, tubuh tanteku pun menggeliat-geliat, tangannya memeluk erat tubuh pria itu. Tangan pria itu kini menarik lepas celana dalam Tante Linda dibantu oleh tanteku yang menggerakkan kakinya. Akhirnya tubuh tanteku itu pun tidak tersisa lagi pakaian apapun, vaginanya tampak masih rapat dengan dihiasi bulu-bulu lebat yang dicukur rapi. Setelah melepaskan pakaian terakhir yang tersisa di tubuh Tante Linda, Pak Agus berlutut dan menaikkan kedua paha Tante Linda ke bahunya ditariknya hingga selangkangan tanteku tepat di mulutnya. Wajah pria itu kini terjepit di antara kedua paha mulus tanteku dan seperti memakan semangka...sslluurrp....ia mulai menjilati dan mengisap vagina tanteku. Desahan erotis pun keluar dari mulut Tante Linda tanpa tertahankan. Aku yang mulai birahi lagi berlutut di lantai berkarpet di pinggir ranjang dan memiringkan sedikit tubuhku dengan bertumpu pada siku, kuraih penis Pak Agus yang nganggur dan mulai kukocok. Kami saling hisap alat kelamin selama kira-kira beberapa belas menit lamanya.
Aku menyuruh Pak Agus berbaring telentang karena masih ingin meneruskan posisi yang tanggung tadi ketika Tante Linda tiba-tiba masuk. Aku pun segera kembali menaiki penis Pak Agus, kupegang benda itu dan kuarahkan ke vaginaku.
“Eeemmmhhh!” lenguhku sambil menurunkan tubuhku hingga penis itu terbenam dalam vaginaku.
“Diterusin Pak jilat-jilatannya!” sahut Tante Linda menaiki wajah Pak Agus dengan posisi berhadapan denganku.
“Ssshhh...Ci...kamu sering ya...eeemmm...gila-gilaan gini?” tanya Tante Linda terengah-engah.
“Iyah...Tante, apalagi....aahhh...waktu jaman kuliah dulu...aaahh!” jawabku sambil menaik-turunkan tubuhku.
“Dasar yah...mmmhhh...anak-anak jaman sekarang...aahhh...aahhh!”
Bibir dan lidah Pak Agus beraksi dengan buasnya di selangkangan tanteku. Yang membuat Tante Linda semakin histeris adalah ketika pria itu menjilat sambil mencucuk-cucukkan jarinya ke liang kenikmatannya. Decakan suara lidah pria itu yang bermain di vagina Tante Linda mengiringi desahan kami yang saling berlomba-lomba mencapai puncak kenikmatan. Sementara itu aku sendiri mulai merasakan kenikmatan dari vaginaku yang terasa semakin peret mencengkram penisnya. Telapak tanganku dan Tante Linda saling genggam erat, mengimbangi kenikmatan dari tusukan penis Pak Agus, aku memagut bibir tanteku itu, mulanya ia seperti kaget menyambut lidahku, tapi perlahan-lahan bibirnya mulai membuka dan ikut memainkan lidahnya bersamaku. Aku memeang tidak pernah membayangkan ber-french kiss dengan tante sendiri, tapi kalau dalam keadaan birahi tinggi begini apa pun bisa terjadi. Kini kami, dua wanita yang berada di atas tubuh pria setengah baya itu, saling bercumbu dan saling meraih buah dada dilanjutkan saling meremas membuat adegan di atas ranjang hotel ini menjadi semakin panas.
"oohh Taantee, saya...saya keluaarr.., oohh enaak, Pak terus sodok ke atas...aahh...aahh saya nggak kuat lagi oohh...enaakk!!", aku mengerang panjang dengan tubuh mengejang dahsyat.
Sungguh orgasme yang luar biasa, vaginaku berdenyut keras dan cairan kewanitaanku meleleh deras dari dasar liang kenikmatanku. Akhirnya aku pun rebah di samping mereka dengan tubuh bercucuran keringat.
"Ayo Bu, kita lanjutin ngewenya.., Neng Citra istirahat aja dulu!", sahut Pak Agus.
"Okeh, saya sekarang nonton kalian dulu aja!", jawabku lemas sambil berbaring memandangi pria itu dan tanteku yang kini dalam posisi dogie siap untuk melanjutkan pergumulan.
Tante Linda bertumpu dengan kedua siku dan lututnya, ia membuka lebar-lebar kedua pahanya mempersilakan Pak Agus memasukkan penisnya ke liang yang sudah becek itu. Desahan mereka mengiringi proses penetrasi itu, tak lama kemudian mereka sudah saling memacu tubuh mereka. Adegan yang mereka lakukan sungguh hot hingga membuat aku terpana menyaksikannya. Goyangan tubuh tanteku yang begitu liar mengimbangi genjotan si tukang parkir itu sementara tangan Pak Agus meremasi payudara tanteku yang menggelanyut, terkadang ia juga meremas dan menepuk pantatnya yang montok. Suara desah nafas yang saling memburu dari keduanya terdengar sangat keras dan terpatah-patah akibat menahan kenikmatan dahsyat dari kemaluan mereka yang beradu keras saling membentur yang menimbulkan bunyi decakan becek. Daerah sekitar kemaluar mereka tampak telah basah oleh cairan kelamin yang terus mengalir dari liang vagina tanteku hingga semakin lama Pak Agus merasakan dinding kemaluan itu semakin licin dan nikmat.
"Gile juga nih bapak, culun-culun tapi kuat juga ternyata", kataku dalam hati kagum pada stamina pria itu.
Aku dibuat heran melihat keperkasaan Pak Agus dalam bermain seks. Ia masih begitu bersemangat menggoyang tubuh tanteku, seperti tak tergoyahkan oleh lincahnya pinggul Tante Linda yang tak kalah liar. Bahkan liang vagina tanteku yang pernah melahirkan anak saja seperti tak cukup untuk menampung batang penis Pak Agus yang keluar masuk bak rudal. Dalam waktu kurang dari lima belas menit saja mereka bergumul, Tante Linda yang tadinya tampak dominan, sudah tampak tak dapat lagi menguasai jalannya permainan itu. Tubuhnya tergoncang-goncang mengikuti irama goyangan Pak Agus sambil enahan rasa nikmat yang begitu dahsyat dari liang vaginanya yang terdesak oleh penis pria itu.
"Auuhh.., oohh.., mati aku Ci...enaak.., oohh.., Pak...ooh remas terus tetek saya Pak!! Lebih dalem Pak...lebih dalem kontolnya aaahhh!", erang tanteku tanpa risih berusaha menahan rasa klimaks yang di ambang puncaknya itu.
Setelah merasa tenagaku mulai terkumpul aku mencoba menggerakkan tubuhku, aku turun dari ranjang dan menuangkan air ke gelas lalu meminumnya sekali teguk. Aahhh...segar sekali rasanya.
“Gimana Neng? Udah seger, kalau udah kita ngewe lagi atuh!” sahut Pak Agus sambil tetap menggenjot tanteku.
Hasratku mulai bangkit kembali untuk mencoba lagi kenikmatan dahsyat dari permainan seks liar itu apalagi ajakan Pak Agus yang membuatku merasa tertantang. Tante Linda pun tampak begitu menikmatin hubungan seks itu dengan maksimal sampai sehisteris itu. Aku pun meletakkan gelas di meja lalu berjalan mendekati kedua orang yang tengah bersetubuh itu. Aku naik ke ranjang dan berlutut di sebelah Pak Agus, kudekap tubuh pria itu. Pria itu menyambutku dengan mengulurkan tangannya ke arah vaginaku, dirabanya permukaan vaginaku yang masih basah oleh cairan kelamin.
“Ahhh...Pak!” desahku ketika dua jarinya masuk ke liangku dan mengocok-ngocoknya hingga membuatku semakin birahi.
Aku membalas dengan memagut mulut Pak Agus hingga saling mengadu bibir dan menyedot lidah. Permainan itu memanas lagi oleh teriakan nyaring Tante Linda yang kini terlihat sedang berada menjelang puncak kenikmatannya. Goyang tubuhnya semakin liar dan tak karuan sampai kemudian ia berteriak panjang bersamaan dengan menyemburnya cairan hangat dan kental dari vaginanya.
"Ooouuhh...!!!", tanteku menjerit panjang dengan tubuh yang tiba-tiba kejang kemudian lemas tak berdaya.
"Wew, masih belum keluar juga dia", benakku kagum pada Pak Agus setelah berhasil membuat tanteku terkapar dalam kenikmatan.
Aku kemudian berbaring pasrah membiarkan Pak Agus menindih tubuhku. Ia memegangi kemaluannya yang masih tegang dan basah oleh cairan kewanitaan tanteku, lalu dengan perlahan ia tekankan ke dalam liang vaginaku. Kuangkat sebelah kakiku agak ke atas dan menyamping hingga belahan vaginaku lebih mudah dimasuki penisnya. Ia terhenyak dan mendesah panjang saat kembali menghujamkan penisnya masuk melewati dinding vaginaku yang terasa sempit dan basah.
"Ohh.., enaakknya Pak!", desahku meresapi setiap milimeter pergesekan dinding vaginaku dengan penis pria itu.
Setelah diam sejenak meresapi himpitan vaginaku, ia mulai menggenjot pelan. Kedua kakiku melingkari pinggangnya dan memeluk dengan erat. Tak ayal gaya itu membuatku makin menggelinjang menahan nikmatnya penis Pak Agus yang terasa lebih dalam masuk dan membentur dasar liang vaginaku yang terdalam. Aku menggoyangkan pantat mengimbangi kenikmatan dari hujaman-hujaman pria itu yang kian menghantam keras ke arahku. Penisnya yang keras itu benar-benar memberi sejuta sensasi rasa yang beda dari yang lain. Kenikmatan dahsyat itu yang membuatku lupa diri dan berteriak seperti binatang disembelih.
Aku meliuk-liukan tubuhku karena kenikmatan dari genjotan pria itu. Sesekali tangan pria itu meremasi buah dadaku bibir kami berpagutan dengan liar. Setelah bosan dengan posisi itu, ia bangkit berlutut di antara kedua pahaku, dengan berpegangan pada kedua pahaku ia teruskan menyodok-nyodokkan penisnya ke vaginaku. Beberapa saat lamanya aku disetubuhi dalam posisi demikian, lalu kulihat Tante Linda menggeser tubuh telanjangnya ke sebelahku.
“Asik juga yah Ci, sekali-kali main gila gini” katanya tersenyum.
Lalu ia menundukkan kepala ke arah dadaku dan mulutnya menangkap puting kananku. Aaahhh...aku makin menggelinjang dengan bertambahnya rangsangan ini. Tante Linda melumat payudaraku secara bergantian dan juga meremas serta memilin-milin putingnya. Sungguh tak kusangka aku terlibat threesome dengan tante sendiri. Mulut Tante Linda lalu bergerak ke atas menciumi pundak dan leherku, hingga akhirnya bibir kami bertemu lagi. Aku memeluk tanteku dan beradu lidah dengan penuh gairah dengannya.
“Eeemmhhh!” tiba-tiba Tante Linda mendesah tertahan di tengah percumbuannya denganku, matanya juga membelalak.
Aku memilihat ke arah sana, ternyata Pak Agus mencucukkan jarinya ke vagina tanteku ini. Sambil terus menggenjot vaginaku, tangannya kini aktif mengerjai vagina Tante Linda. Kami melanjutkan percumbuan kami hingga lima menit ke depan, mulut kami saling berpisah dengan air liur bertautan. Tante Linda nungging di sampingku dan entah mengapa aku juga mengikutinya nungging seolah bersaing minta ditusuk pria itu. Tante Linda mengerang nikmat saat Pak Agus memasukkan penisnya, setelah lima menitan menggenjot tanteku, ia mencabut penisnya dan pindah ke vaginaku. Demikian ia menggilir vagina kami, dari satu vagina ke vagina lainnya, entah apa dia bisa merasakan perbedaan antara vagina kami. Desahanku saling bersautan dengan desahan Tante Linda terkadang diselingi jerit kenikmatan darinya, aku terpengaruh hingga ikutan mendesah keras. Mungkin lebih dari setengah jam Pak Agus merasakan nikmat tubuhku dan istrinya secara simultan, hingga akhirnya sampailah kami di puncak kenikmatan. Akulah yang paling awal keluar, mulutku menjerit bebas lepas tanpa beban. Kemudian pria itu beralih ke tanteku. Dia mengocok Tante Linda dengan lebih bertenaga seolah berpacu menuju puncak. Tampak wajahnya menegang dan keringatnya bercucuran pertanda ia pun akan segera keluar. Tak lama kemudian Tante Linda pun orgasme, sebuah teriakan keluar dari mulutnya, ya...teriakan orgasme yang tak tertahankan, kuharap tidak sampai terdengar ke kamar sebelah. Ia meremas tanganku merasakan kenikmatan itu. Dalam waktu berdekatan tiba tiba Pak Agus pun melenguh panjang. Ia memegangi kedua lengan tanteku dan memacu tubuhnya lebih keras seperti menaiki seekor kuda saja.
"Ooohhh Bu...saya mau ngecrot nih...ooh goyang yang keras...oohh goyang terus Bu...oohh memeknya legit banget.., oohh uenaakkk...oohh", pria itu menceracau tak karuan meresapi kenikmatan tubuh tanteku.
Ingin merasakan semprotan spermanya pada mulutku, aku pun lalu bangkit dan memeluk tubuh Pak Agus dari belakang.
"Cabut Pak...sini keluarin di mulut saya, saya mau minum peju bapak", kataku
"Beres Neng...oohh.., diminum ya.., oohh", lenguh pria itu sambil berdiri di ranjang
Aku berlutut di hadapannya meraih penisnya dan mengocokinya. Tante Linda juga ikut berlutut di sebelahku. Tidak sampai semenit penis itu sudah menyemprotkan spermanya. Ada mungkin delapan kali penis itu menyemprotkan cairan putih kental ke mulut kami yang menganga dan membasahi wajah kami. Aku meraih batang penis itu dan mengocokkannya dalam mulut sehingga seluruh sisa cairan spermanya itu kutelan habis.
“Tante juga bagi dong!” sahut Tante Linda menarik penis yang masih kuhisap dengan mulutku lalu memasukkannya ke mulutnya. Akhirnya tergapai juga puncak kenikmatan tertinggi itu. Kami bertiga pun terkapar lemas dan tak sanggup lagi melanjutkan permainan itu. Suasana hening sejenak, hanya terdengar suara nafas naik turun. Setelah mengumbar nafsu birahi sampai puas kami pun tertidur kelelahan tanpa seutas benang pun di tubuh kami. Sebelum terlelap aku masih sempat mengatur alarm di BB ku agar bangun untuk bersiap pulang nanti. Aku terbangun sebelum alarm berbunyi, kulihat waktu telah menunjukkan pukul 4 lebih. Untungnya tadi siang aku sudah beres-beres sebagian barang sehingga tidak terlalu buru-buru lagi sekarang. Aku hanya menemukan diriku sendirian di ranjang, Tante Linda dan Pak Agus pasti di kamar mandi karena terdengar kucuran shower dari sana. Seperti biasa sehabis bercinta, aku ke kamar mandi membersihkan tubuhku, sebelumnya aku minum dulu segelas air. Semakin mendekati kamar mandi yang pintunya tidak ditutup itu semakin terdengar suara desahan. Benar saja, aku menemukan Pak Agus sedang menyetubuhi tanteku dalam posisi berdiri berhadapan. Tante Linda bersandar pada tembok dengan kaki kiri diangkat oleh pria itu yang merojok-rojokkan penisnya ke vaginanya. Air shower yang hangat terus mengucur membasahi tubuh keduanya.
“Hai Ci!” sapa Tante Linda yang pertama melihatku.
Aku balas menyapa sambil berjalan ke arah shower, kusiram tubuhku dengan air hangat menghilangkan keringat yang menempel di tubuhku. Mereka masih terus bersetubuh sementara aku mandi. Aku menyelesaikan mandiku yang cukup singkat bersamaan dengan keduanya mencapai orgasme. Pak Agus mendekap tubuhku dari belakang tapi tidak sampai bersetubuh lagi karena sudah lelah hari ini. Setelah yakin semua telah beres, kami pun bersiap check out dari hotel ini. Sebelumnya Pak Agus keluar terlebih dahulu agar tidak mengundang perhatian. Jarak stasiun KA dengan hotel tidak jauh, hanya 15 menit saja kami tiba di stasiun. Dalam perjalanan pulang kami banyak mengobrol tentang kesan-kesan permainan seks tadi itu. Sejak itu aku semakin akrab dengan tanteku ini, ia bercerita bahwa ia pun sebenarnya masih melakukan hubungan seks dengan mantan suaminya bila bertemu untuk mengantar anaknya bertemu, tapi hanya sebatas seks, tak ada niatan untuk rujuk karena ketidakcocokan keduanya terlalu tajam. Menjelang malam kami pun tertidur di kereta, selamat tinggal Bandung yang memberi kenangan dalam kehidupan seksku!

Uang Bisa Beli Segalanya
08.48
No comments
Suyat baru saja duduk santai di depan televisi ketika dia mendengar pintu depan rumah kontrakannya diketuk.
“Siapa sih?”, keluhnya gusar, “ngganggu waktu istirahatku aja…”
Suyat pegawai rendahan di satu kantor pemerintah daerah yang mengurusi pungutan kepada pengusaha yang jelas merupakan tempat kerja yang basah dan kadang-kadang Suyat pun kecipratan basahnya. Sebelum tamu yang sekarang mengetuk pintunya, tadi Suyat kedatangan seorang kurir dari satu perusahaan besar setempat, mengantarkan tas yang penuh berisi uang tunai. Perusahaan itu sedang bermasalah karena sudah bertahun-tahun menunggak setoran kepada negara, dan sekarang berusaha membuat kasusnya dihilangkan dengan menyogok atasan Suyat. Tapi berhubung zaman sekarang transfer bank gampang dilacak aparat antikorupsi, para pengusaha dan pejabat korup jadi lebih memilih menggunakan uang tunai. Dan tentunya para pelaku utama tidak saling bertemu langsung. Mereka menggunakan kroco seperti si kurir tadi dan Suyat. Tentu agar tidak ribut, para kroco itu diberi bagian uang sogokan. Suyat sudah biasa dengan peran sebagai perantara uang sogok. Karena dia masih hidup “sederhana” di kontrakan, tidak ada yang mencurigainya terlibat korupsi. Suyat sendiri memang tidak bisa nyimpan uang banyak. Uang bagiannya tidak pernah ditabung atau dibelikan barang; biasanya habis dia pakai judi atau jajan PSK di lokalisasi.
“TOKKK… TOKKKK TOKKK, TOOKKKK…!!!!!”
Dengan malas Suyat membuka pintu rumahnya, matanya melotot dengan nafas seakan tercekik, bulu kuduknya berdiri seperti duri landak melihat siapa yang datanng.
“lay lay lay lay lay panggil akusi jablay,abang jarang pulang aq jarang di belay! Bla blab la blahhhhh” terdengar suara nyanyian dangdut yang membuat Suyat tersentak ngeri.
“E-ehhh, ada apa ini ? ada apa ??” sontak saja Suyat gelagapan.
“ihh, abang ganteng.., jangan pura-pura ngak tau gitu dong ah, duitnya dong bang..”
“nihhh., gopekkkk…”
“Gopekkk ?? ganteng-ganteng masa cuma ngasih gopek!! Yang bener aja bang.!!”
“pake nawar lagi, udah ah , ni cecenggg…, ga bisa nambah…”
“Goceng boleh nggak bang…?? Dikasih plus-plus loh….”
“eeeuu-deuhhh…amit-amit, kaga-kaga….: @_@ !!!!!!!!!! Mampus dahhhh, pentil gua….ihhhh”
“yiahhh abanggg dikasih yang enak-enak kaga mau ,yaw dahhh dada gantengggg…muachhhh” sembari cengar-cengir si bencong mencolek dada Suyat tepat di bagian pentilnya kmudian barulah bencong itu ngeloyor pergi.
Mau tak mau Suyat langsung merinding merasakan “sentuhan maut” si bencong. Dengan sekali tendang tertutuplah pintu itu menghempaskan kenangan “indah” dalam otak Suyat dengan santai suyat duduk di atas sebuah kursi sofa empuk yang baru saja dibelinya walaupun dibeli dengan uang panas kursi itu terasa empuk saat diduduki. Sementara itu, di luar kontrakan, seorang perempuan muda menunggu pintu yang diketoknya terbuka dengan jantung berdegup penuh semangat. Dia melihat sepeda motor tua dan tali jemuran di luar pintu kontrakan itu. Memang tidak kelihatan seperti tempat tinggal orang berada. Tapi menurut kontaknya, orang yang tinggal di rumah itu cukup mampu. Kalau dia berhasil meyakinkan orang ini, berarti ada tambahan penghasilan! Suyat membuka pintu dan melongo melihat perempuan cantik di baliknya. Perempuan itu berumur kira-kira dua puluhan awal, bertubuh jangkung, rambutnya diwarnai pirang, dan di bawah alisnya yang tebal tampak sepasang mata yang mengenakan lensa kontak berwarna biru. Blazer coklat muda yang dikenakannya tampak ketat membungkus sepasang payudara cukup besar, yang belahannya mengintip di balik blus coklat tua berpotongan dada rendah. Sementara itu roknya hanya mencapai separo paha, dilanjutkan stoking membawa gelap yang membungkus sepasang kaki yang indah. Dia juga menenteng satu tas besar.
“Halo, selamat sore… Nama saya Melina, salam kenal,” kata perempuan itu sambil menjabat tangan Suyat, “Mas… Suyat? Saya dapat kontak Anda dari teman Anda Mas James. Boleh saya minta waktu Mas Suyat sebentar?” Melina tersenyum manis, tanpa peduli yang dihadapinya seorang laki-laki bertampang berantakan dan kusut.
“Em… boleh aja. Sebentar aja kan?” Suyat mempersilakan Melina masuk. Yah, tidak ada ruginya ngobrol sama cewek… lagian dia cakep juga…
Melina bergerak cepat, dia memanfaatkan waktu dan kesempatan yang ada. Begitu bisa duduk menghadapi Suyat, Melina langsung bicara. Dia mulai dengan menanyakan impian Suyat, apakah Suyat ingin cepat kaya. Lalu dia mulai mengoceh mengenai cara agar impian-impian Suyat cepat tercapai, terutama keberhasilan dalam keuangan. Bahwa uang bisa dicapai dengan cepat lewat satu jenis bisnis, dan bisnis itulah yang sedang dijalani Melina. Bisnis multilevel marketing. Melina menceritakan kisah sukses beberapa orang yang sudah menjalani bisnis model itu, yang sudah bisa beli mobil mewah, tamasya ke luar negeri, dan semacamnya. Dengan penuh semangat Melina menjelaskan prospek bisnis itu berikut kelebihannya kepada Suyat, berharap Suyat akan tertarik. Suyat mendengarkan semua itu dengan bosan.
“Dasar MLM” gerutunya.
Awal-awalnya ngajak kenalan, memancing dengan sekadar bilang ‘ada tawaran bisnis’, ujung-ujungnya mengajak ikut supaya orang yang masuk duluan jadi lebih kaya. Pakai ngasih mimpi-mimpi surga segala.
Tapi Suyat tidak bisa tidak memandangi sosok Melina yang berpenampilan seksi. Sambil dongkol. Sialan… sengaja ngirim cewek seksi gini, biar aku ga mikir… Lihat tuh bajunya, ampe nempel ke badan gitu…
Bukannya menyimak omongan Melina, Suyat malah membayangkan yang aneh-aneh.
“Ah… kayaknya asyik juga ngecrot di muka dan badannya. Lama-lama jadi horny juga ngelihatin dia ngoceh. Pengen deh cobain ngentot ama dia. Tapi yang model begini biasanya maunya sama yang kaya… yang punya banyak duit. Eh…aku kan lagi banyak duit sekarang?”
“Kalau ikut sekarang, setoran awalnya bisa lebih kecil…” Melina terus menjelaskan prospek bisnis MLM-nya tanpa berhenti.
“Stop stop,” kata Suyat. Dia sudah tahu apa yang mau dilakukannya.
Suyat meraih tas yang tadi dititipkan kurir perusahaan, mengambil segepok uang, lalu menaruhnya di depan Melina. Melina bengong, tidak tahu apa maksudnya.
“Eh… Mas Suyat ini uang maksudnya buat apa?”
“Cukup nggak sejuta?” tanya Suyat. “Aku udah punya duit, jadi nggak perlu lagi ikut em-el-em kamu, Tensh*t atau apa itu namanya. Ini baru sebagian kecil dari yang kupunya. Kalau mau lagi aku masih punya banyak.” Melina memperhatikan uang yang ditaruh di depannya.
“Iya, tapi…”
“Aku mau beli badan kamu buat hari ini. Segini cukup nggak?” ujar Suyat sambil nyengir lebar.
“Uuhh…” Wajah cantik Melina berubah merah padam karena marah. Sedetik kemudian dia meledak. “SEMBARANGAN!! Emangnya aku bisa dibeli? Mentang-mentang kamu punya duit, terus kamu kira bisa beli segalanya? Jangan macam-macam ya!?” Jelas Melina murka akibat ditawar oleh Suyat.
Suyat menghadapi Melina yang naik pitam dengan santai. Tanggapannya bukan dengan membalas makian Melina, melainkan dengan melempar lagi segepok uang ke hadapan Melina.
“Masih kurang ya?”
Hardikan Melina berhenti, tapi wajahnya masih kelihatan marah. Suyat kemudian berdiri dari tempat duduknya, mengambil uang yang ditaruhnya, lalu dengan tak sopannya dia sisipkan gepokan uang tadi di belahan dada Melina yang sedari tadi membuatnya gemas. Melina kaget dan berusaha menahan tangan Suyat.
“Eh, Melina… Kan kamu tadi yang bilang kita mesti punya duit biar bisa ngejar mimpi? Aku udah punya duit. Mimpiku sih nggak macem-macem,” komentar Suyat. “Rasain aja. Enak gak rasanya duit? Kalau mau lagi, aku masih punya.”
“Kamu tinggal ngelayanin aku aja, nanti semua ini bisa buat kamu,” kata Suyat, sesudah mengambil segepok lagi dan menggunakannya untuk menampar-nampar lembut pipi Melina.
Melina mulai terdiam, mulai tergoda… “Mendingan gini kan, daripada kamu sibuk ngajak-ngajakin orang ikutan bisnis ga jelas ini?”
Suyat lalu meninggalkan Melina. “Aku mau mandi dulu ya. Kamu pikirin aja dulu, mau apa nggak.”
*****
Selagi Suyat mandi, Melina melongo memandangi tiga gepok uang di hadapannya. Tiga juta. Kalau dia kerja normal, mungkin itu setara dengan gaji sebulan… Tapi pekerjaannya sekarang, mencari orang untuk ikut MLM, benar-benar berat dan menyebalkan, apalagi dia belum juga mulai mendapat penghasilan langsung dari bisnis yang dia jalani. Kebetulan dia tinggal sendirian, dan uang tabungannya mulai menipis… Akhirnya Melina memutuskan.
*****
Suyat keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk sebagai ganti celana. Dilihatnya Melina masih duduk dengan wajah resah di ruang depan kontrakannya. Wajah Melina memerah. Tiga gepok uang yang tadi dipakai Suyat untuk membelinya tergeletak tak tersentuh di depan Melina.
“…iya deh… mau…” bisik Melina, nyaris tak terdengar.
“Nah, gitu dong, pinter,” kata Suyat sambil mendekat.
Berhubung sudah konak dari tadi, dia tak berlama-lama, dan langsung melepas handuknya. Melina memandanginya dengan kebingungan, sebentar lihat sebentar tunduk, dengan muka yang terasa panas saat melihat suguhan diselangkangan suyat, sebuah batang mengacung tepat di hadapan wajah Melina yang cantik merona.
“Ya udah, mulai, jilatin tuh,” perintah Suyat. “Pernah nyepong nggak?”
Melina belum pernah melakukan oral seks sebelumnya, pengalamannya dalam seks tidak banyak. Tapi sebagai perempuan muda yang sehat, hormon kelaminnya mulai bekerja membuat dia mulai tergoda. Dengan ragu-ragu, ia membungkuk dan menjilat barang Suyat yang sudah mengacung ke depan. Melina mulai menjilati kemudian mengulum penis Suyat yang terus membesar. Suyat menyuruh Melina menggunakan tangan untuk mengocok dan memainkan lidahnya, dan Melina mengikuti semua itu. Lalu Suyat mulai meraba payudara Melina yang masih tertutup baju. Pijatan dan rabaan itu membuat Melina mulai terangsang, selangkangannya terasa basah. Melina juga makin terangsang karena merasa bisa membangkitkan gairah Suyat. Dia mulai tak peduli bahwa dalam keadaan normal, dia tak bakal melirik Suyat yang memang tak ada ganteng-gantengnya, ataupun kenyataan bahwa dia hanya melayani Suyat karena uang. Ditambah lagi, posisi mereka berdua rawan, karena lingkungan rumah kontrakan Suyat cukup ramah dan mereka ada di depan, bagaimana kalau ada orang tiba-tiba datang? Suyat mulai mendesah keenakan dan menggerak-gerakkan pinggulnya selagi Melina terus mengisap kemaluannya. Tiba-tiba penis Suyat menyentak di dalam mulut Melina dan Melina kaget merasakan semprotan cairan hangat di dalam mulutnya. Sebagian cairan mani Suyat sampai meluber keluar mulut Melina, menetes ke bajunya.
“Mmmmhhh… enaaak…” desah Suyat sambil menarik keluar penisnya dari mulut Melina.
Melina terduduk dengan mani mengalir dari mulutnya.
“Bagus… Ayo sekarang dipangku,” kata Suyat.
Melina masih berpakaian lengkap ketika dia menuruti perintah Suyat. Suyat kemudian menyuruhnya bergoyang, dan Melina menggoyang-goyangkan pantatnya menggoda kemaluan Suyat. Melina sudah bukan perawan, dia pernah berhubungan seks dengan seorang pacarnya sebelumnya, tapi pengalamannnya tidak banyak. Suyat kembali menggerayangi payudara Melina, menikmati kelembutan dada dan pantat Melina yang merapat ke tubuhnya. Suyat lalu membuka blazer Melina, lalu membuka rok Melina. Melina merasakan vaginanya mulai basah selagi Suyat meremas-remas payudaranya dan menggesek-gesekkan penis ke selangkangannya.
“Eh, kumasukin ya?” Suyat siap menyetubuhi Melina yang dipangkunya, dia menempatkan kepala burungnya di depan kewanitaan Melina.
Suyat melepas celana dalam Melina, menggosok-gosokkan kepala burungnya, membuka bibir kemaluan Melina, lalu mulai mempenetrasi ke atas. Melina masih sempit walaupun sudah bukan perawan, sehingga Suyat mesti pelan-pelan, sampai akhirnya bisa memasukkan seluruh batangnya ke liang Melina. Melina tak bisa menahan diri, dia mengerang keenakan ketika senjata Suyat menembusnya. Suyat mulai menggerakkan kemaluannya di dalam vagina Melina, keluar masuk, tusukan-tusukannya merangsang Melina lebih lanjut. Walaupun awalnya enggan, makin lama Melina makin menikmati. Pinggul Melina mulai bergerak mengimbangi gerakan Suyat, mencoba mendapat lebih banyak kenikmatan. Ketika melihat ke bawah, Melina melihat penis Suyat terbenam di dalam tubuhnya lalu keluar lagi, berulangkali. Suyat makin bersemangat menggenjot Melina, suara kulit bertemu kulit memenuhi ruangan. Suyat serasa ada di surga. Melina tidak hanya cantik, tapi vaginanya juga masih rapat. Suyat bisa merasakan gairahnya sendiri terus meningkat, menuju puncak. Melina juga merasakan hal yang sama, tusukan-tusukan Suyat dan cengkeraman tangan Suyat di pantat dan dadanya membuatnya kewalahan. Dia menggeliat sambil mendesah-desah keenakan,
“Oh… ohh… lagi…”
Suyat mengubah posisi, dia mendorong Melina sehingga merunduk ke depan dan akhirnya tersungkur dalam posisi merangkak. Keduanya jadi berposisi doggy style, Suyat menyetubuhi Melina dari belakang.
“Ahh… sebentar lagi nih… Udah mau keluar nihh…!!” seru Suyat selagi dia menggenjot makin cepat. “UUAHHH!”
Suyat tiba-tiba mencabut kejantanannya, mendorong Melina, lalu membalik tubuh Melina. Rupanya Suyat sengaja… Ketika Melina sudah menggeletak telentang di lantai, Suyat berhenti menahan ejakulasinya dan memuncratkan maninya ke wajah perempuan itu.
“Aaah…. Ah… hahahaha…”
Suyat tertawa puas ketika dia melihat wajah Melina yang tadinya bermake-up tebal telah dia bikin berantakan dengan semburan maninya. Melina terengah-engah, masih juga tak percaya dia mau merelakan orang ini menyetubuhinya hanya karena uang.
“Oke, ronde ketiga…” Suyat sudah siap-siap menikmati tubuh Melina lagi.
Melina berusaha memprotes, “Ah… jangan duluh… istirahat dulu…” tapi protesnya hilang terhapus jeritan yang muncul ketika Suyat mencubit pentilnya. “Jangaaaaannnn…” tolak Melina ketika Suyat menjilati leher dan dadanya. Tapi badannya berkata lain, Melina kembali terangsang. Pikirannya ikut-ikut berkata lain, tiga juta buat sekadar ngentot sama orang lumayan juga, lagian aku nikmatin juga kan?
“Kalau boleh ngentot bo’olmu, kutambah lima ratus ribu,” bisik Suyat.
Melina cuma memelototi Suyat dengan tak percaya. Dia belum pernah melakukan seks anal sebelumnya.
“Udah sejauh ini, kan? Sekalian aja…” kata Suyat lagi.
Tanpa menunggu, Suyat langsung memasang ereksinya di pintu terlarang Melina.
“Yok anal yook…tung ning nang ning nung!” canda Suyat.
“Eh tunggu! Aku belum bilang mauuAUAAHHH!!”
Melina tidak sempat menyelesaikan kata-katanya, dia keburu menjerit ketika anusnya diterobos paksa Suyat. “SAKITTT!! AHHH!!” Melina sampai memejamkan mata dan meringis akibat saluran belakangnya terasa pedih didesak terbuka oleh Suyat, mendengar jeritan Melina Suyat malah semakin bernafsu mendesakkan batangnya , kontan saja mata Melina melotot saat batang itu menjebol liang Anusnya.
“Huuhhh… uhhhhuhhh…”
Melina merasa seperti mau menangis ketika menahan sakit disodomi Suyat. Suyat malah protes.
“Eh kan aku bayar, jangan kayak kesakitan gitu dong! Kalo nggak menikmati, kamu pura-pura keenakan aja, napa?”
Tapi Melina benar-benar kesakitan, dan wajahnya menunjukkan rasa benci.
“Eh… apa nih maksudnya?” tanya Suyat. “Bayarnya masih kurang? Bilang aja. Aku mesti bayar berapa biar kamu jadi suka dianal?”
Melina terdiam sejenak, menahan sakit, berpikir, dan…
“Tiga juta lagi,” katanya mantap.
“Bungkusss,” ujar Suyat sambil tersenyum lebar.
Dan seketika ekspresi Melina berubah. Demi tambahan itu dia bersedia pura-pura doyan disodomi. Melina mulai mendesah-desah seksi dan memain-mainkan payudaranya sendiri.
“Ahh… anh… enak…” desahnya.
Suyat mengayunkan batangnya menikmati liang dubur Melina yang menggigit kuat benda di selangkangannya, seret dan peretnya liang anus Melina membuat Suyat menggeram-geram nikmat sementara Melina meneruskan reaksi pura-pura sukanya, padahal sebenarnya pantatnya terasa nyeri.
“Enak… dibo’ol enak… Ayo lagi Mas… sodok pantat Melina…”
Dan makin lama reaksi Melina makin hebat, sampai Suyat mulai tidak percaya bahwa Melina pura-pura.
“AHH! Gede… banget… kontol Mas… ada di… pantatKU…HH!! AH! AW! TERUS MAS! TERUS! DIKIT LAGI… IAH… AH! AAAHHHH!!!”, Suyat memacu batangnya dengan semakin kuat
Tak tahunya, Melina malah orgasme betulan selagi disodomi Suyat!
“Sudah massss,”
“waduhhhh, jangan ngeluh melulu dongg, aku kan udah bayar mahal, kalo gini caranya sihhh, bisa rugi Bandar…., berdiri….”
“berdiri ?? kemana massss….”
“yaaa mau ngentot lagi, masa mau jalan-jalan…, udahhh nurut ajaaa..”
“b-bentar mass bentarrrr…”
Dengan tak sabaran suyat menarik pergelangan tangan Melina didudukkannya gadis itu di atas sebuah meja kecil sambil menyuruh Melina membuka kedua kakinya lebar lebar. Mata Suyat melotot sambil mengejar selangkangan Melina yang becek oleh lender-lendir licin beraroma harum, berkali-kali lidah Suyat mengait-ngait daging mungil yang terselip di belahan bibir vagina bagian atas. Dengan spontan kedua kaki Melina yang jenjang melejang nikmat saat mulut Suyat melumat selangkangannya, setelah puas melahap vagina Melina, Suyat duduk di atas kursi dan meminta Melina untuk duduk di atas batangnya.
“Ayo sinii…”
“tapi mass, aku capek sekalii”
“ahh capek apanya ?? kamu kan cuma ngangkang, sini ngak, kalo nggak mau berarti batall…lhoo” Suyat mengancam Melina
“yeee, Mas Suyat, masa begitu sich…, yawdah, mas Suyat maunya apa, aku turuti….”
“nahhh gitu dong baru sipppp… he he he”
Dengan hati dongkol Melina menghampiri Suyat, agak risih juga rasanya ketika harus menurunkan vaginanya pada batang Suyat yang masih tegak perkasa,
Melina kini berpegangan pada bahu Suyat, dengan perlahan ia menurunkan vaginanya. Semakin turun vagina gadis itu semakin turun pula buah empuk di dada Melina mendekati mulut Suyat.
“Oufffhhh…hssshhh Mas Suyattt”
Reflek Melina menarik dadanya kebelakang saat merasakan kepala Suyat terbenam di belahan payudaranya, nafas laki-laki yang baru dikenalnya itu menghembus keras dan terasa hangat. Gairah nakal membuat Melina makin merinding, tangan kirinya menjambak rambut Suyat sementara wajahnya yang cantik terangkat ke atas merasakan hisapan mulut lelaki itu yang tengah menikmati puncak payudaranya, pangutan-pangutan kasar dan jilatan lidah membuat gundukan buah dada Melina membuntal semakin indah. Sesekali Melina meringis merasakan gigitan gemas Suyat pada buntalan payudaranya kemudian mendesah panjang merasakan nikmat saat mulut suyat mengulum putting susunya yang meruncing. Laki-laki itu begitu rakus menyusu di dadanya. Tangan Suyat mencekal pinggang dan menarik pinggang Melina ke bawah hingga vagina Melina bertemu dengan kepala kemaluannya. Nafas keduanya terdengar berat saat berusaha menyatukan alat kelamin mereka, belahan bibir vagina Melina yang peret masih terasa sulit untuk ditembus oleh batang Suyat.
“Massss…!!”
“OUGGHH…..oenakkkkkk…”
Keduanya saling berpelukan erat saat kepala kemaluan Suyat mendesak masuk ke dalam belahan bibir vagina Melina. Inci demi inci batang Suyat tenggelam semakin dalam hingga akhirnya selangkangan Melina bergesekan dengan rimbunnya rambut kemaluan Suyat. Entah kemaluan siapa yang berkedutan, batang Suyatkah yang berkedut ataukah dinding vagina Melina yang seret berkontraksi meremas – remas benda asing yang mengganjal di dalamnya.
“slleeepppp.. slepppp… blllsssshhh…” terdengar suara becek yang menggoda saat liang vagina Melina bergerak turun naik mengocok-ngocok batang penis Suyat yang terjepit di antara belahan bibir vaginanya. Gerakan keduanya semakin lancar, Melina terlihat menikmati menaik turunkan vaginanya pada batang Suyat sementara Suyat menikmati menyentak-nyentakkan batang kemaluannya ke atas menyambut turunnya vagina Melina.
“ahhh.. ahhh hhhhnnnnn ahhhh”
butir-butir keringat Melina membalut basah tubuh moleknya yang sedang bergerak turun naik di atas tubuh Suyat. Harumnya tubuh gadis itu berbaur dengan aroma cairan vagina yang meleleh keluar
“plakk. Plakkk auhhh hssshh ahhh plakkkk” terdengar suara lenguhan dan rintihan saat Suyat menampar buah pantat Melina agar gadis itu bekerja dengan lebih giat lagi.
Suara tamparan terdengar dengan lebih keras pada buah pantat Melina yang memar kemerahan dan Melina semakin cepat menaik turunkan pinggulnya, tubuh Melina seperti sedang tersengat listrik hingga mengejang , bibirnya merintih merasakan vaginanya berdenyut dengan nikmat, Suyat memeluk tubuh Melina yang kelelahan sementara mulutnya terus bekerja menciumi bibir Melina yang sedang merintih hebat di dalam amukan badai kenikmatan.
“crutttt.. cruttttt…. Ennnhhhhh…”
Melina membiarkan Suyat menjilati batang lehernya juga membiarkan tangan Suyat menggerayangi lekuk liku tubuhnya. Kecantikan Melina dan tubuh moleknya yang indah membuat nafsu syahwat Suyat bergolak berkali kali lipat dan batangnya tetap jreng berendam dalam nikmatnya kepitan vagina Melina yang sempit peret. Kali Ini Melina menungging di atas kursi sofa dan Suyat menaiki buah pantatnya, batang yang masih keras itu ditempelkan oleh pemiliknya pada kerutan liang anus Melina. Rasa lelah membuat Melina sulit untuk berpura-pura.
“OWWWWWW…. Akhhhhhh”
Melina merasakan sakit sesakit sakitnya saat batang Suyat merobek liang anusnya yang terluka. Di atas kursi sofa yang dibeli dengan uang panas itulah tubuh Melina tersungkur-sungkur. Tangan Suyat mencengkram pinggul Melina kuat-kuat, gerakan batang penisnya semakin cepat terayun menyodoki liang anus Melina yang mengerang kesakitan.
“PLOKK PLOKK PLOKKKK…”
“OUHHH, Hssshhh ahhhh M-masss Awwwwww….”
Keluh kesah Melina terdengar di antara suara benturan buah pantatnya dengan selangkangan Suyat, mirip seperti suara orang sedang merengek. Suara rengekan Melina membuat suyat semakin bernafsu menghentak-hentakkan batang penisnya, suara pekik Melina membuat suyat kesetanan menjejal-jejalkan batangnya menikmati anus Melina yang menggigit kuat benda di selangkangannya.
“Hnnngehhhhh, M-massss, di depan aja mass…”
Melina menarik pinggulnya hingga batang kemaluan Suyat terlepas dari jepitan liang anusnya. Mata Suyat mendelik melihat susu Melina dan melotot tambah besar melihat belahan vagina Melina yang dihiasi rambut-rambut tipis yang tumbuh merintis. Sebelah kaki Melina tertekuk mengangkang dan yang satunya lagi jatuh terjuntai di pinggiran sofa
Dengan jantung yang berdetak kencang Melina menunggu batang itu melesat dan Jrebbbb..
“Ahhhhhhhhhhhhhhhhh…. Nikmattttt….”
Tusukan – tusukan suyat yang prima dipadu dengan goyangan vagina Melina membuat gerakan itu tampak serasi, putih dan cantiknya wajah Melina terlihat kontras dengan wajah suyat yang semrawut dan acak-acakan. Tubuh Melina terguncang oleh desakan batang suyat yang menggenjot kuat belahan vaginanya.
“Hhhh Hhhhh Hhhhh Hhhhhh…” nafas Melina terhembus keras setiap kali batang Suyat menyodok kasar selangkangannya yang mengangkang
Tangan Melina memengangi perutnya yang rata karena mulai merasa kram, ia seperti sedang menahan sesuatu, dan sesuatu itu semakin sulit untuk dikendalikan ataupun untuk ditahan. Akhirnya sebuah letupan lendir kenikmatan membuat tubuh Melina melenting nikmat, gerakan tubuhnya yang indah membuat suyat kagum sekaligus bergairah. Suyat merasakan batang kemaluannya semakin menegang dan akhirnya Crotttttt…, menyemburlah lahar panas menyirami liang vagina Melina. Tubuh Suyat melengkung keenakan dan ambruk menindih tubuh Melina yang termegap kehabisan nafas, terlhat mulut Suyat melumat bibir Melina yang memejamkan kedua matanya sambil membalas lumatan bibir Suyat, lama keduanya tertidur.
“aaa-ahhhh Mas Suyat…hoammmm”
Melina yang masih mengantuk tampak pasrah saat Suyat menyeretnya ke bawah. Ia terlentang di bawah lantai kontrakan Suyat, kedua kakinya dicekal mengangkang ke atas oleh tangan laki-laki itu. Matanya mengerjap-ngerjap saat merasakan belahan vaginanya didesak oleh suatu benda tumpul yang hangat.
“Pleppp Pleppp Plepppp…”
Dengan santai Batang Suyat menusuk-nusuk liang vagina Melina, buah dada Melina terguncang mengikuti ritme tusukan batang Suyat. Melina merasakan tubuhnya kembali menghangat, dan peluh kembali meleleh disekujur tubuhnya seiring dengan semakin kuat tubuhnya yang molek terguncang. Dengusan nafas keras terdengar mengisi kembali ruangan itu, dengan keliaran nafsu birahi suyat melahap tubuh Melina yang mulus, digenjotnya liang vagina gadis itu yang kewalahan menghadapi kebuasannya sebagai seorang lelaki yang tengah mencari kenikmatan.
“ahhh ahhh massss suyyahhhh crettt crettttt…,aduh-duh mass ahhh”
Rasa ngilu mulai terasa, gesekan batang kemaluan Suyat yang terlalu kuat menggenjot membuat Melina merintih keras. Ia meringis dengan mata mendelik seolah tak percaya seberapa cepatnya batang kemaluan Suyat mengobrak-abrik kehormatannya, matanya yang indah mendelik-delik dan tubuhnya yang molek menggeliat kesana kemari karena tak tahan merasakan rasa nikmat disodok oleh batang laki-laki itu hingga akhirnya keduanya kembali mengejan nikmat, entah menuju sorga atau neraka. Melina yang cantik menyerahkan tubuhnya yang molek di bawah gepokan uang dengan 5 angka nol, kehormatannya tunduk di bawah lembaran uang seratus ribuan, uang?? yah uang bagaikan pisau dengan dua sisi yang tajam,di satu sisi uang bisa untuk menolong manusia namun di sisi lain uang juga dapat menjerumuskan manusia, semuanya tergantung pada bagaimana cara kita menggunakannya.
*****
Sesudahnya, Suyat melempar uang tunai senilai 6 juta kepada Melina yang tergeletak di lantai kontrakannya, dengan telanjang, wajah dan kemaluan dan dubur berleleran sperma.
“Hehehe,” Suyat tertawa, “Enak juga bisa ngebeli kamu hari ini. Tuh lihat, mendingan kerja begini kan? Daripada kamu capek-capek ngebujuk orang ikut bisnis apaan itu. Kalo jual diri, duitnya langsung.”
Melina tidak menjawab, hanya terengah-engah kelelahan. “Kalau mau lagi,” kata Suyat, “datang lagi aja kapan-kapan.”
“…kapan…??” bisik Melina sambil tersenyum malu.
“besok…” Jawab suyat sambil mencuil hidung Melina.
*****
-epilog-
Sesudah hari itu, Melina beberapa kali lagi bertemu Suyat, hubungan mereka berdua tambah akrab hingga akhirnya mereka berpacaran dan kemudian menikah. Sementara itu karier Suyat tetap aman dan dia terus melakukan pekerjaan kotornya sebagai perantara sogokan dari pengusaha kepada pejabat-pejabat atasannya. Tapi sayang sepak terjang Suyat sebagai koruptor kelas teri segera berakhir ketika beberapa tahun kemudian Suyat tertangkap basah ketika namanya disebut-sebut sebagai bagian dari mafia pajak oleh Siswo Duadi, seorang polisi korup yang ‘bernyanyi’ ketika sedang disidik. Suyat yang saat itu sudah membeli rumah mewah untuk ditinggali bersama istrinya, Melina, langsung disorot media karena seharusnya pegawai setingkat Suyat tak mampu membeli rumah berharga miliaran. Melina pun ikut terseret-seret akibat sejumlah uang haram suaminya pun mampir di rekeningnya dan ia pun menikmati uang itu.
Selama beberapa bulan Suyat ditahan dan kasusnya simpang siur sampai media mulai melupakannya (ya seperti biasalah kasus di negeri ini mudah dilupakan begitu saja) hingga akhirnya kembali menghebohkan ketika ditemukan seseorang yang mirip dirinya sedang menonton kontes waria internasional di sebuah night club gay di Bali. Seorang wartawan yang kebetulan meliput berhasil menangkap gambar orang yang diduga Suyat itu dengan kameranya. Yang lebih heboh lagi, wartawan itu, dengan gaya seperti paparazi tulen, berhasil menangkap gambar Suyat sedang berjalan ke sebuah hotel sambil merangkul seorang waria yang adalah salah satu kontestan lomba itu. Nama Suyat kembali bergaung di pelosok negeri ini, para pakar pun cuap-cuap membandingkan foto yang terpampang di media dengan dirinya yang hanya beda model rambut dan kacamata saja (aneh katanya pakar, tapi bedain gitu saja sulit ya?). Setelah semua aparat dan pejabat heboh, Suyat pun akhirnya mengaku sambil tersenyum mesem malu-malu anjing di pengadilan bahwa dia memang membayar para penjaga untuk dilepaskan sementara dan jalan-jalan ke Bali. Ia juga mengaku selain ke kontes waria itu, dirinya juga bertemu dengan seorang pengusaha sekaligus politisi busuk bernama Bakir untuk membicarakan perihal penyimpangan pajak yang pernah dilakukannya. Dari kejadian ini bukan saja instansi pajak yang tercoreng tapi juga menyingkap moral polisi yang rendah. Jadi silakan jawab sendiri, di negeri ini benarkah uang bisa beli segalanya?
Copyright Of KisahBebe.blogspot.com
Langganan:
Postingan (Atom)